Bahaya terhadap seks bebas
4)
Hilangnya kesempatan untuk menuntut ilmu atau kehilangan masa
depan karena harus menikah pada usia dini
5)
Terkena penyakit menular seksual
4.
Dampak dari Perilaku Seks Pranikah
Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan
berbagai dampak negatif pada remaja,diantaranya sebagai berikut :
a. Dampak
psikologis
Dampak psikologis dari perilaku seksual
pranikah pada remaja diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah
diri, bersalah dan berdosa.
b. Dampak
Fisiologis
Dampak fisiologis dari perilaku seksual
pranikah tersebut diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan
aborsi. Kehamilan pada remaja sering disebabkan ketidaktahuan dan tidak sadarnya
remaja terhadap proses kehamilan. Bahaya kehamilan pada remaja:
1)
Hancurnya masa depan remaja
tersebut.
2)
Remaja wanita yang
terlanjur hamil akan mengalami kesulitan selama kehamilan karena jiwa dan
fisiknya belum siap.
3)
Pasangan pengantin remaja, sebagian
besar diakhiri oleh perceraian (umumnya karena terpaksa kawin karena nafsu,
bukan karena cinta).
4)
Pasangan pengantin remaja
sering menjadi cemoohan lingkungan sekitarnya.
5)
Remaja wanita yang berusaha
menggugurkan kandungan pada tenaga non medis (dukun, tenaga tradisional) sering
mengalami kematian strategis.
6)
Pengguguran kandungan oleh
tenaga medis dilarang oleh undang-undang, kecuali indikasi medis (misalnya si
ibu sakit jantung berat, sehingga kalau ia meneruskan kehamilan dapat timbul
kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang mengantar dapat dihukum.
7)
Bayi yang dilahirkan dari
perkawinan remaja, sering mengalami gangguan kejiwaan saat ia dewasa.
c. Dampak
sosial
Dampak sosial yang timbul akibat perilaku
seksual yang dilakukan sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah
pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi
tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut (Sarwono, 2003).
d. Dampak
fisik
Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono
(2003) adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan
frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia
15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan
rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.
5.
Upaya untuk Menanggulangi Seks Bebas di Kalangan Remaja
Orangtua sebagai penanggung jawab utama
terhadap perilaku anak, harus menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis
dalam keluarganya. Orang tua sejak usia dini harus menanamkan dasar yang kuat
pada diri anak bahwa Tuhan menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Jika
konsep hidup yang benar telah tertanam maka remaja akan memahami jati dirinya,
menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya, mengerti hubungan dirinya dengan
lingkungaanya. Kualitas akhlak akan terus terpupuk dengan memahami batas-batas
nilai, komitmen dengan tanggung jawab bersama dalam masyarakat. Remaja akan
merasa damai di rumah yang terbangun dari keterbukaan, cinta kasih, saling
memahami di antara sesama keluarga. Pengawasan dan bimbingan dari orang tua dan
pendidik akan menghindarkan dari pergaulan bebas. Orang tua harus terus
mengawasi dan mengontrol perkembangan perilaku remaja.
Serta pendidikan seks harus diberikan sejak
dini agar mereka sadar bagaimana menjaga supaya organ-organ reproduksinya tetap
sehat. Sebenarnya dalam masalah reproduksi ini, peran orang tua dan guru
diharapkan lebih menonjol karena bagaimanapun juga mereka juga berperan sebagai
filter atau penyaring bagi informasi yang akan diberikan kepada remaja, berbeda
bila informasi diperoleh dari media masa yang sering kali tanpa penyaringan
terlebih dahulu. Dalam upaya pemberian informasi mengenai masalah reproduksi
bagi remaja, khususnya di sekolah, perlu peran guru ditingkatkan. Untuk itu
ingin diketahui seberapa jauh pengetahuan guru, khususnya guru bimbingan dan
konseling. Diharapkan guru Bimbingan dan Konseling nantinya dapat berperan
sebagai nara sumber di sekolah (tempat kerja) dan memberikan informasi yang
benar mengenai hal-hal tersebut. Serta diadakan konseling seksualitas remaja.
Ada beberapa solusi, di antaranya, pertama,
membuat regulasi yang dapat melindungi anak-anak dari tontonan yang tidak
mendidik. Perlu dibuat aturan perfilman yang memihak kepada pembinaan moral
bangsa. Oleh karena itu Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi
(RUU APP) harus segera disahkan.
Kedua, orangtua sebagai penanggung jawab
utama terhadap kemuliaan perilaku anak, harus menciptakan lingkungan keluarga
yang harmonis dalam keluarganya. Kondisi rumah tangga harus dibenahi sedemikian
rupa supaya anak betah dan kerasan di rumah.
Berikut petunjuk-petunjuk praktis yang
diberikan Stanley Coopersmith (peneliti pendidikan anak), kepada orangtua dalam
mendidik dan membina anak. Pertama, kembangkan komunikasi dengan anak yang
bersifat suportif. Komunikasi ini ditandai lima kualitas; openness, empathy,
supportiveness, positivenes, dan equality. Kedua, tunjukkanlah penghargaan
secara terbuka. Hindari kritik. Jika terpaksa, kritik itu harus disampaikan
tanpa mempermalukan anak dan harus ditunjang dengan argumentasi yang masuk
akal.
Ketiga, latihlah anak-anak untuk
mengekspresikan dirinya. Orangtua harus membiasakan diri bernegosiasi dengan
anak-anaknya tentang ekspektasi perilaku dari kedua belah pihak. Keempat,
ketahuilah bahwa walaupun saran-saran di sini berkenaan dengan pengembangan
harga diri, semuanya mempunyai kaitan erat dengan pengembangan intelektual.
Proses belajar biasa efektif dalam lingkungan yang mengembangkan harga diri.
Intinya, hanya apabila harga diri anak-anak dihargai, potensi intelektual dan
kemandirian mereka dapat dikembangkan.
Selain petunjuk yang diberikan Stanley di
atas, keteladanan orangtua juga merupakan faktor penting dalam menyelamatkan
moral anak. Orangtua yang gagal memberikan teladan yang baik kepada anaknya,
umumnya akan menjumpai anaknya dalam kemerosotan moral dalam berperilaku.